konsultanpajak.or.id APBN Tanpa Sri Mulyani Populisme vs Disiplin Fiskal. Indonesia Kehilangan Penjaga Gerbang
Nama Sri Mulyani identik dengan kredibilitas fiskal Indonesia. Dari era SBY sampai Jokowi, dia selalu dianggap tameng APBN biar gak jebol. Investor asing percaya, rakyat lumayan tenang, birokrasi agak segan.
Tapi begitu rumor mundurnya jadi kenyataan, pertanyaan besar muncul: APBN setelah ini mau dibawa ke mana? Apakah disiplin fiskal bakal tetap dijaga, atau kita bakal terjun bebas ke arah populisme?
APBN = Jantung Ekonomi
Biar gampang, APBN itu kayak dompet rumah tangga. Ada pemasukan (pajak, non-pajak, utang), ada pengeluaran (subsidi, gaji PNS, infrastruktur, bunga utang). Kalau salah kelola, efeknya bisa langsung ke harga sembako, nilai rupiah, bahkan ke lapangan kerja.
Selama ini, Sri Mulyani dikenal disiplin: gak gampang buang duit buat kebijakan populis, meski sering bikin dia gak populer di mata politisi.
Populisme: Godaan Baru Pasca-SMI
Politik 2025 makin panas. Janji kampanye numpuk: subsidi listrik, BBM murah, makan gratis, gaji ASN naik. Semua butuh duit, semua nyangkut ke APBN.
Tanpa figur kayak SMI yang sering jadi rem, kemungkinan besar belanja negara bakal lebih gampang disetujui tanpa kalkulasi panjang.
Pertanyaannya:
- Kalau subsidi digelontorin besar-besaran, dari mana nutup defisit?
- Kalau pajak makin longgar demi populisme, siapa yang isi kas negara?
Disiplin Fiskal: Sisa Warisan atau Hilang Seketika?
Sejak 2006, SMI selalu jadi juru bicara disiplin fiskal. Utang dijaga, defisit dikontrol, penerimaan pajak dikejar.
Tanpa dia, ada risiko:
- Utang naik lebih liar. Apalagi bunga global tinggi.
- Defisit melebar. Investor asing bisa mulai ragu.
- Pasar keuangan gelisah. Yield SBN naik, rupiah tertekan.
Investor Global: Percaya atau Kabur?
Investor asing suka dengan konsistensi. Sri Mulyani itu simbol kredibilitas. Begitu hilang, trust bisa terguncang.
Banyak analis bilang, pasar modal Indonesia bisa alami outflow kalau APBN jadi terlalu populis. Lari ke Singapura, Malaysia, atau Vietnam.
Efeknya?
- IHSG goyang.
- Rupiah bisa melemah.
- Pembiayaan utang jadi lebih mahal.
baca juga
- Layoff Bukan Akhir Dunia
- Side Hustle Culture
- Drama Bayar Pajak Kendaraan di Era Digital”
- Big Data Analytics untuk DJP
- Monetisasi Data Kesehatan
Rakyat: Dampak Paling Nyata
Kalau APBN longgar tapi gak terarah, rakyat bisa kena getah dua kali.
- Harga barang naik karena inflasi dari belanja jor-joran.
- Utang negara membengkak, ujungnya rakyat juga yang bayar lewat pajak masa depan.
Di sisi lain, kalau disiplin terlalu ketat, subsidi bisa dikurangi, dan itu bikin beban hidup rakyat langsung naik.
baca juga
- Layoff Bukan Akhir Dunia
- Side Hustle Culture
- Drama Bayar Pajak Kendaraan di Era Digital”
- Big Data Analytics untuk DJP
- Monetisasi Data Kesehatan
Persimpangan: Mau Jadi Negara Populis atau Tetap Rasional?
Sekarang Indonesia di persimpangan jalan:
- Ikut arus populisme, rakyat senang jangka pendek tapi bisa sengsara jangka panjang.
- Pertahankan disiplin fiskal, mungkin gak populer, tapi lebih sustainable.
Sri Mulyani selama ini selalu pilih opsi kedua, meski sering sendirian.
Kesimpulan: APBN Harus Punya Penjaga Baru
Mundur atau tidaknya Sri Mulyani harusnya jadi wake-up call. APBN gak boleh dijadikan alat politik semata. Butuh figur atau sistem baru yang bisa menggantikan perannya sebagai “penjaga gerbang”.
Kalau enggak, populisme bakal menang, dan rakyat yang bakal nangis di ujung cerita.